Bunga-bunga itu jatuh diantara mimpi-mimpinya seperti musim gugur yang akan segera berlalu dalam selimut dingin dan tirai salju serta menyembunyikan segala pikiran dalam gua terpencil.
Seorang muda dengan segala kekurangannya terjebak dalam pondok
yang kecilnya menanti kapan semua ini akan berakhir. Di malam badai yang
teramat dingin dan suara pepohonan yang menyerupai teriakan dan rintihan, ia
bergulat dengan kepapaannya. Matanya seperti meloncat dari tempatnya
menyembunyikan kengerian dan berlari sekedar menemukan kehangatan. Nafasnya
tertelan malam dan selimutnya tak cukup hangat menutupi raganya yang
membeku.
Malam itu, ya malam itu.
pemuda itu berada di antara kehidupan dan kematian yang
sewaktu-waktu melepaskan dirinya dari kefanaannya, yang terlihat hanya
kegelapan yang semakin pekat dan menakutkan.
tak ada pilihan selain bersandar dalam kelemahan dan air mata yang
tak lagi menetes.
harapan itu seperti hantu yang tinggal di sudut dan lorong yang
gelap tak terjamah
dan seperti aliran sungai yang membawa serta mimpi serta doa ke
samudra.
pemuda itu mencoba menepiskan segala prasangka buruknya dan
membayangkan sesuatu yang indah di sana, dimana ada kehangatan dan sentuhan
kasih sayang dari penciptanya. Dia mengais dipannya, menajamkan indera
mendengar raungan malam yang semakin menjadi. Di sela-sela nafas yang kian
hilang, ia meringkukkan kakinya dan berkata pada dirinya sendiri,"Inilah
akhir dari semuanya"
tetapi Tuhan berkehendak lain, ia membiarkan pemuda itu merasakan
titik terendah kekejaman alam
membiarkannya merasakan setiap detik bagai berada di antara
jarum-jarum dingin.
lalu membiarkannya tinggal dalam keputusasan, menguji harapannya
akan hari esok.
Harapan akan fajar dan langit pagi yang merekah di ufuk timur dan
cahaya keemasan yang tertinggal di kala senja. Dia lah pemuda rapuh itu yang
tak menyadari semuanya itu. Ia terlalu sibuk dengan segala kekurangannya dan
mengutuki dirinya berada di sana tanpa mengerti dia lah yang terselamatkan.
sementara itu jauh di rumah nan megah, para bangsawan berpesta
pora.
hiruk pikuk menyelimuti mereka, dengan anggur dan sajian yang luar
biasa.
Lelaki di sana dan para perempuannya menikmati kehangatan di balik
tembok raksasa yang menjulang dan berdiri kokoh menahan tempat itu amukan
badai. Tanpa ada yang menyadari sebentar lagi akan berakhir dalam kehampaan,
tetapi mereka tak henti-hentinya tertawa dan tenggelam dalam kemewahannya.
Pria gemuk pemimpin pesta dan wanita di kanan kirinya berkata,
"Nikmatilah kehidupan ini, seperti kau menikmati semuanya ini." Ia
berlalu memasuki kamarnya dan menyelimuti dirinya dan para wanitanya,
menghabiskan malam dengan dan juga spermanya. Ia tak menyadari kutukan itu
telah datang bagaikan amukan gelombang yang mengamuk di samudera yang menyapu
dan menghancurkan apapun di hadapannya.
sementara ia tertidur dalam kelelahan dan ketenangannya, malaikat
kegelapan duduk di sampingnya menatap dalam bahkan menembus kulit dan lemaknya.
Dengan ciuman kematiannya ia membawa jiwa fana itu ke tengah badai dan
membiarkannya tercabik oleh jarum salju lalu menghancurkan setiap sel nya.
malaikat itu tertawa sama seperti suara badai, dan kenikmatan itu
berakhir di balik sepi. Dimana tak ada harapan yang tersentuh selain akhir dari
kefanaannya.
Dan rumah itu, hancur tenggelam bersama kematian di dalamnya.
Posting Komentar
Aturan Berkomentar !
1. Harap tidak meninggalkan link aktif karena otomatis akan terhapus
2. No spamming, sopan, tidak mengandung unsur SARA
3. Siapapun dapat berkomentar di blog ini, caranya lihat bagian "comment as"di bawah, lalu klik "Select profile" di sebelahnya. Bila Anda memiliki akun google anda dapat langsung memilih profile akun Anda tersebut namun bila tidak, Anda bisa memilih "Anonymous".